Kitab Simbur Cahaya | Syariat Islam Di Nusantara Sejak Dulu | Ratu Sinuhun



Kitab Simbur Cahaya merupakan kitab undang-undang hukum adat, yang merupakan perpaduan antara hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan, dengan ajaran Islam. Kitab ini diyakini sebagai bentuk undang-undang tertulis berlandaskan syariat Islam, yang pertama kali diterapkan bagi masyarakat Di Nusantara.

Kitab Simbur Cahaya, ditulis oleh Ratu Sinuhun yang merupakan isteri penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1630—1642 M). Kitab ini terdiri atas 5 bab, yang membentuk pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatra Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki.

Pada perkembangan selanjutnya, ketika Palembang berhasil dikuasai Kolonial Belanda. Sistem kelembagaan adat masih dilaksanakan seperti sediakala, yaitu dengan mengacu kepada Undang Undang Simbur Cahaya, dengan beberapa penghapusan dan penambahan aturan yang dibuat resident.

Berdasarkan informasi dari penerbit “Typ. Industreele Mlj. Palembang, 1922”, Undang Undang Simbur Cahaya terdiri dari 5 bagian, yaitu:

  • Adat Bujang Gadis dan Kawin (Verloving, Huwelijh, Echtscheiding)
  • Adat Perhukuman (Strafwetten)
  • Adat Marga (Marga Verordeningen)
  • Aturan Kaum (Gaestelijke Verordeningen)
  • Aturan Dusun dan Berladang (Doesoen en Landbow Verordeningen)


Daftar Isi Kitab dan Pasal-pasal (Wikipedia) Disini


Ratu Sinuhun 

Ratu Sinuhun adalah penulis Kitab Simbur Cahaya, yang merupakan undang-undang tertulis perpaduan antara hukum adat dengan ajaran Islam. Ratu Sinuhun diperkirakan lahir di Palembang pada sekitar akhir abad ke-16, dan wafat pada tahun 1642M.



Tidak banyak tulisan yang membahas riwayat hidup Ratu Sinuhun, orang mengenalnya sebagai isteri Penguasa Palembang, Pangeran Sido Ing Kenayan (1630—1642M), dan salah seorang saudara dari Pangeran Muhammad Ali Seda ing Pasarean, Penguasa Palembang (1642-1643M).

Ayahnya bernama Maulana Fadlallah, yang lebih dikenal dengan nama Pangeran Manconegara CaribonSementara Ibunya bernama Nyai Gede Pembayun, yang merupakan putri dari Ki Gede ing Suro Mudo, Penguasa Palembang (1555–1589M).


Melalui karya tulisnya, Kitab Simbur Cahaya, yang terdiri atas 5 bab, berfungsi mengatur pranata hukum dan kelembagaan adat di Sumatera Selatan, khususnya terkait persamaan gender perempuan dan laki-laki. Dan adalah wajar jika dikatakan, Kitab Simbur Cahaya, adalah tonggak awal Gerakan Feminisme di Nusantara, yang sejalan dengan pemahaman ad-dinul Islam.

Kepeloporan Ratu Sinuhun dalam membela hak-hak perempuan, Bahkan pemikiran Ratu Sinuhun masih banyak diyakini masyarakat melayu, seperti adanya denda atau hukuman yang berat, bagi lelaki yang menggangu perempuan.Undang-Undang ini demikian menghargai harkat dan martabat seorang perempuan. 


Makam - Makam

Makam Sabokingking merupakan makam raja-raja awal kerajaan Islam di Palembang, yang sudah ada sejak 500 tahun lebih. 



Beberapa orang yang dikuburkan di sana: Pangeran Sido Ing Kenayan dan istrinya, Ratu Sinuhun, Sido Ing Pasaeran, juga dikenal sebagai Jamaluddin Mangkuran saya (1630-1652), Imam Al Habib Al Arif Billah Umar bin Muhammad Al Idrus bin Shahab, Pangeran Ki Bodowongso (1622-1635), dan Panglima Kiai Kibagus Abdurachman. kuburan ini terletak di Sei Buah, timur II hilir, Palembang. 

Makam Pangeran Sido Ing Kenayan dan istrinya tidak terlalu jauh dari kakek mereka, Ki Gede Ing Suro, yang terletak di Haji Umar Street, hilir I, Palembang. Ratu Sinuhun merupakan cucu Ki Gede Ing Suro. 

Di bawah pemerintahan Pangeran Sido Ing Kenayan, Ratu Sinuhun mampu menciptakan buku hukum yang disebut "Simbur Cahaya" Ini adalah hukum adat tertulis dan diterapkan di seluruh Sumatera Selatan. Untuk mengakses tempat ini, kita dapat pergi melalui Jalan Sabokingking atau Arafuru Street. Makam Sabokingking merupakan makam tertua para raja dan keluarga kerajaan di Palembang.




Sumber : wikipedia dan berbagai sumber

Flag Counter